Rabu, 26 Maret 2014

Surat Cinta Untuk kanjeng Nabi

Surat Cinta untuk kanjeng nabi
oleh Suyanto, S.Ag, M,Si, M,Pd

Assalamu’alaikum ya Nabiyallâh.
 Ya Nabi, sujud syukur kami lakukan atas rahmat Allah yang telah mengutus engkau ke dunia, menyampaikan risalah dan mengajarkan umat bagaimana hidup. Engkau ajari umatmu kesejatian hidup, akhlak yang agung bahkan musuh-musuhmu terkagum akan keluhuran budimu. Shalawat dan salam bagimu.
Ya Rasul, engkau hadir ke dunia, kurang lebih empat belas abad yang lalu. Kelahiranmu ditandai dengan peristiwa yang menunjukkan kebesaran Allah, Tuhanmu dan tuhan para pengikutmu yang setia. Sejarah mencatat dengan jelas bagaimana pasukan Raja Abrahah hendak menghancurkan ka’bah dengan pasukan gajahnya. Mereka berbondong-bondong menaiki gajah hendak menyerbu ka’bah, bangunan peninggalan Nabi Ibrahim sebagai simbol sentral peribadatan. Tuhanmu tidak menghendaki itu semua terjadi sehingga Ia turunkan sekawanan burung ababil yang melempari mereka dengan bebatuan dari Sijjil.
Ya Nabi, kelahiranmu merupakan rahmat bagi sekitar. Tanda-tanda kerahmatanmu telah tampak sejak engkau dilahirkan. Sejarawan mencatat saat engkau lahir, bertepatan dengan runtuhnya sepuluh balkon istana Kisra, padamnya api yang biasa disembah oleh orang-orang Majusi dan runtuhnya beberapa gereja di Buhairah setelah gereja-gereja itu amblas ke dalam tanah.[1]
Bukan hanya itu ya rasul, Halimah al-Sa’diyah, wanita bani Sa’ad yang menyusuimu saat bayi pun bercerita tentang berkahnya menyusuimu. Ibnu Ishak mengatakan bahwa Halimah pernah bercerita, suatu saat ia pergi dari negerinya bersama suami dan anaknya yang masih kecil dan disusuinya, bersama dengan wanita-wanita lain dari bani Sa’ad. Saat itu sedang paceklik, kata Halimah, sehingga tidak ada kekayaan sedikitpun yang tersisa. Dalam perjalanan sepanjang malam tidak pernah tidur karena bayinya yang terus menangis kelaparan. Susunya tidak lagi keluar, untanya yang sudah tua pun tidak lagi dapat diharapkan susunya. Halimah dan rombongan tiba di Mekah, dan mencari bayi yang bisa disusui dengan berharap ia mendapatkan imbalan yang cukup dari bapak bayi yang disusuinya. Ya Rasul, setiap kali engkau bayi disodorkan kepada wanita-wanita dari Bani Sa’ad tadi, semuanya menolak karena engkau yatim. Semua wanita sudah mendapatkan bayinya, tinggal Halimah sendiri yang belum. Tapi itulah skenario Allah. Akhirnya Halimah dengan “berat hati” mengambil engkau untuk disusui, dengan berharap keberkahan karena menolong anak yatim sepertimu. Itulah awal mula kemukjizatan Allah ditampakkan. Halimah tidak merasa repot sedikitpun dengan menyusuimu. Engkau segera disusui dan dapat minum dengan kenyang padahal sebelumnya anaknya Halimah sendiri tidak lagi dapat meminumnya karena sudah kering. Unta Halimah pun tiba-tiba bisa diperah susunya sehingga Halimah dan suaminya dapat minum dengan kenyang. Keberkahan selalu menyertai orang-orang yang berada di sekitarmu dan menolongmu ya Rasul.
Wahai kekasih Allah, kehadiranmu di dunia ini membawa pencerahan yang luar biasa terhadap kehidupan bangsa Arab dan umat manusia se dunia. Betapa tidak, saat manusia telah melupakan dan menyelewengkan ajaran-ajaran nabi-nabi sebelumnya, engkau sedikit demi sedikit mendidik mereka dengan sabar dan tekun hingga mereka sadar sepenuhnya menjalani hidup dengan keluhuran pekerti. Kala itu, bangsa Arab hidup dalam tananan religi dan sosial yang sangat kacau.
Dalam tatanan religi, mereka hidup dalam kemusyrikan yang nyata. Mereka yang mengaku pengikut agama Ibrahim justru telah banyak menyelewengkan ajaran suci, menyelewengkan akhlak, dan berubah menjadi kaum pagan (penyembah berhala). Orang-orang Yahudi berubah menjadi orang-orang yang angkuh dan sombong. Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah. Para pemimpin inilah yang membuat hukum di tengah manusia dan menghisap mereka menurut kehendak yang terbersit dalam benak mereka. Ambisi mereka hanya tertuju pada pada kekayaan dan kedudukan. Sementara itu, agama Nasrani berubah menjadi agama Paganisme yang sulit dipahami dan menimbulkan pencampuradukan antara Allah dan manusia. Agama-agama bangsa Arab keadaannya sama dengan orang-orang musyrik.
Dalam tatanan sosial juga tidak kalah kacau. Abu Dawud meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa pernikahan pada masa Jahiliyah ada empat macam:[2]
  1. Pernikahan secara spontan. Seorang laki-laki mengajukan lamaran kepada perempuan, lalu ia bisa menikahinya setelah menyerahkan mas kawin seketika itu pula.
  2. Seorang suami menyuruh kepada orang lain untuk mengumpuli istrinya agar mendapatkan seorang anak yang baik dan pintar. Suami tidak mengumpuli dan menyentuh istrinya sampai ada kejelasan istrinya hamil dengan laki-laki tersebut. Pernikahan tersebut disebut dengan Nikah Istibdha’.
  3. Pernikahan poliandri, yaitu beberapa orang laki-laki yang jumlahnya tidak mencapai sepuluh orang, semuanya mengumpuli seorang wanita. Jika wanita itu hamil, ia akan mengundang semua laki-laki tersebut untuk menentukan siapa bapak bayi yang dikandungnya dengan menunjuk salah seorang dari mereka.
  4. Sekian banyak laki-laki mendatangi seorang wanita yang dikehendakinya yang juga disebut sebagai pelacur. Biasanya mereka memasang bendera khusus di depan pintunya. Jika wanita pelacur tadi hamil, ia mengundang semua laki-laki tersebut dan setelah berkumpul diadakan undian, siapa yang dapat dia tidak dapat menolak dan harus mengakui itu sebagai anaknya.
Ya Nabi, itulah sebagian gambaran kecil dari kondisi tananan religi dan sosial pada saat engkau dilahirkan. Itu semua sudah engkau ubah dengan tatanan yang lebih manusiawi dan memuliakan derajat kaum perempuan. Di depan risalah agama yang engkau bawa, laki-laki dan perempuan adalah setara, yang membedakan adalah ketakwaannya. Bahkan di banyak riwayat engkau begitu memuliakan kaum perempuan, lebih tinggi tiga kali lipat dibandingkan dengan laki-laki (seorang ibu dibandingkan dengan ayah di depan anaknya).
Ya Nabiyallâh, orang yang mempelajari sirah-mu akan mengetahui betapa di saat-saat terakhir dari hayatmu yang engkau pikirkan hanyalah umatmu. Betapa besar cintamu pada umatmu. Saat  engkau kesakitan Malaikat Maut mencabut nyawamu, Malaikat Jibrilpun tak tega menyaksikanmu. Kepada Jibril engkau berkata “Ya Jibril, betapa sakit. Alangkah dahsyat derita sakaratul maut ini….” Jibril cepat membuang mukanya. Hatinya bergolak melihat peristiwa itu. “Ya Jibril, mengapa engkau berpaling? Apa engkau benci melihat mukaku?” tanya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan cemas. “Tidak, ya Rasulullah,” sahut petugas pembawa wahyu tersebut. Dipegangnya tangan Nabi yang mulia itu, lalu ia berkata, “Siapakah yang tega hatinya menyaksikan kekasih Allah dalam keadaan semacam ini? Siapakah yang sampai hati melihat engkau dalam kesakitan?” Agaknya rasa sakit itu kian memuncak. Sekujur badan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menggigil. Wajahnya memutih dan urat-uratnya tambah menegang. Dalam penanggungannya yang amat sangat, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ya Rabbi, alangkah sakitnya. Ya Tuhanku, timpakanlah kesakitan sakaratul maut ini hanya kepadaku, dan jangan kepada umatku.” Jibril tersentak. Begitu agungnya pribadi sang Terpilih. Dalam detik-detiknya yang paling gawat dan menyiksa, bukan kepentingan dirimu yang engkau minta, melainkan kepentingan umatmu yang didahulukan. Andai kata engkau menuntut agar kesakitan itu dicabut, pastilah Allah SWT akan  mengabulkan permintaannya. Namun engkau lebih memilih permohonan agar derita itu tidak menimpa umatmu.
Ya Nabi, ketika Malaikat Maut telah merenggut nyawa Baginda shallallâhu ‘alaihi wa sallam sampai ke dada, napasmu sudah mulai sesak. Tiba-tiba engkau dengan suara menggigil dan pandangan meredup menengok ke arah sahabat-sahabatmu dan berkata, “Uushiikum bisshalaati wa ma malakat aimanukum” (Aku wasiatkan kepada kalian shalat dan orang-orang yang menjadi tanggunganmu. Peliharalah mereka baik-baik).” Keadaan pun bertambah gawat. Semua sahabat yang hadir menundukkan kepala, saking tidak kuat menahan kesedihan. Badan Baginda shallallâhu ‘alaihi wa sallam berubah menjadi dingin. Hampir seluruhnya tidak bergerak-gerak lagi. Matanya yang berkaca-kaca hanya membuka sedikit. Mata itu menatap ke langit-langit. Pada saat menjelang akhir napas beliau, Ali bin Abi Thalib melihat engkau menggerakkan bibir yang sudah membiru dua kali. Cepat-cepat ia mendekatkan telinganya ke bibir baginda. Ia mendengarmu memanggil-manggil, “Umatku… umatku…”. Setelah memanggil-manggil inilah engkau wafat pada Senin bulan Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijriyah. Maka meledaklah tangis berkabung ke segenap penjuru. Seorang juru selamat telah mangkat. Cintanya kepada umat dibawanya hingga akhir hayat, dan akan dibawanya sampai ke padang mahsyar.
Ya Nabi, sejarah juga mencatat betapa cintanya Umar bin Khaththab kepadamu, begitu dikabarkan engkau wafat, sahabat terkasihmu itu mencabut pedang dan hendak menebas leher siapapun yang mengatakan engkau wafat. Bukan karena tidak percaya akan kebesaran Allah yang dapat mewafatkan siapapun, namun terdorong begitu cintanya kepadamu. Sahabat agungmu yang lain, Abu Bakar al-Shiddiq menenangkan dan seketika ia tersungkur menangis menahan kesedihan.
Ya Nabi, betapa besar cinta sahabat-sahabat terkasihmu kepadamu. Sepertinya engkaulah satu-satunya manusia agung yang paling banyak dicinta oleh manusia lain melebihi cinta mereka terhadap dirinya dan keluarganya. Mencintaimu dan mengikutimu adalah bukti cinta kepada Allah, Tuhanmu dan Tuhan semua makhluk yang ada di alam ini. Cinta mereka yang begitu besar kepadamu karena engkaupun memberikan cinta yang begitu tulus kepada mereka.
Sahabat terdekatmu, Abu Bakar al-Shiddiq, teman seperjuangan dalam menyebarkan agama tauhid, sangat setia menemanimu dan membenarkan setiap berita yang kau bawa. Ia membelamu dan menemanimu di saat-saat sulit. Ketika
engkau menyiapkan diri untuk hijrah ke Yatsrib (Madinah) Abu Bakar tanpa pikir panjang berkata “Aku menemanimu, aku menemanimu, wahai Rasulullah!”. Saat mereka sedang dikejar-kejar para pemuda Quraisy yang hendak membunuh mereka. Mereka bersembunyi di Gua Tsur. Di saat engkau sedang keletihan, Abu Bakar menyediakan pangkuannya untukmu berbaring. Saat itulah kakinya disengat ular berbisa. Karena kecintaannya yang sangat dalam kepadamu, ia tidak berani mengeluh ataupun mengaduh, karena khawatir orang yang paling dikasihinya akan terbangun. Betapa besar cinta sahabatmu kepadamu.
Ya Aba al-Qasim, bukan hanya Abu Bakar dan Umar yang begitu mencintaimu, dalam sejarah juga tercatat ada seorang sahabat yang bernama Abu Thalhah merelakan dirinya yang terkena penah demi melindungimu saat perang Uhud. Ada pula seorang wanita Anshar yang ayahnya, saudara laki-laki, serta suaminya gugur, saat Perang Uhud bersamamu. Ketika orang-orang memberitahukan kematian mereka kepada wanita tersebut, ternyata keselamatanmu lah yang lebih menyita pikirannya ketimbang segala yang lain. Sedikit pun ia tidak berpikir tentang musibah yang menimpanya dengan kehilangan anggota keluarganya. Karena itu, ia berteriak, “Di mana Rasulullah?” Begitu mendengar berita bahwa engkau selamat, wanita Anshar itupun berjudud dan bersyukur karena keselamatanmu. Itu semua karena mereka mencintaimu.
Ya Nabi Allah, ketika Bilal radhiyallâhu ‘anhu datang dari negeri Syam ke kota Madinah setelah engkau wafat, orang-orang memintanya untuk mengumandangkan adzan bagi mereka sebagaimana yang dilakukannya ketika engkau masih hidup. Penduduk kota Madinah, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa, berkumpul untuk mendengarkan adzannya. Ketika Bilal mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, semuanya berteriak dan menangis. Sewaktu ia mengucapkan Asyhadu anllailahaillallah, mereka mulai gaduh. Saat ia melafadzkan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, tidak ada seorang pun di Madinah yang tak menangis dan tak berteriak. Para gadis keluar dari kamar-kamar mereka dengan menangis. Hari itu menjadi seperti hari saat engkau dipanggil menghadap sang khalik. Semuanya karena mereka teringat dan terkenang dengan masa mereka bersamamu yang cemerlang dan bercahaya.
Ada pula Abu Hurairah, sahabatmu yang selalu menyertaimu di tahun-tahun terakhir di Madinah. Meskipun ia baru masuk Islam pada tahun ketujuh Hijriyah, kurang lebih tiga tahun sebelum engkau wafat, namun dalam sejarah dialah sahabatmu yang paling banyak meriwayatkan hadis (al-Muktsiruna fi al-riwayah). Para ahli hadis mencatat hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berjumlah kurang lebih 5.374 hadis. Begitu cintanya kepadamu, sehingga siapa pun yang engkau cintai, ia pun ikut mencintainya. Ia suka mencium Hasan dan Husain, karena melihatmu mencium kedua cucumu itu. Ketika pulang dari Perang Khaibar, engkau memperluas Masjid Nabawi ke arah barat dengan menambah ruang sebanyak tiga tiang lagi. Abu Hurairah r.a. turut terlibat dalam perubahan ini. Ketika ia melihatmu turut mengangkat batu, ia meminta agar engkau menyerahkan batu itu kepadanya. Engkau menolak seraya bersabda, “Tiada kehidupan sebenarnya, melainkan kehidupan akhirat.” Sungguh, seorang pemimpin yang memberi nasehat dengan tindakannya.
Demikian pula dengan Abdullah bin Umar. Ketika namamu disebut, ia selalu meneteskan air mata. Dan tidaklah ia melewati rumah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam melainkan ia pejamkan kedua matanya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab az-Zuhud dengan sanad shahih, saking cintanya kepadamu, ia selalu mengikuti atsar-atsar (kebiasaan) Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Di setiap masjid, di mana Nabi pernah melakukan shalat di situ, ia pun shalat di situ. Saat berhaji, ketika wuquf di Arafah, ia selalu wuquf di tempat Rasulullah wuquf. Bahkan ia juga selalu memeriksa untanya di setiap jalan yang dilihatnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pernah memeriksa untanya di situ.
Demikian pula Imam Malik radhiyallâhu ‘anhu, imam negeri hijrah (Madinah). Dalam biografinya disebutkan, Imam Malik tidak pernah berkendaraan di kota Madinah walaupun telah lemah dan telah tua usianya. Ia mengatakan,“Aku tak mau menaiki kendaraan di kota di mana jasad Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dikebumikan.” Ini karena penghormatan dan kecintaannya yang begitu besar kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Di antara penghormatan dan pengagungannya yang luar biasa terhadap Nabi adalah sebagaimana yang disebutkan dalam biografinya juga. Jika ingin menyampaikan hadits Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, ia berwudhu, kemudian duduk di atas tilamnya. Dirapikannya jenggotnya, lalu ia duduk dengan penuh penghormatan
dan penuh wibawa, kemudian barulah ia menyampaikan hadits. Ketika ditanya tentang hal itu, ia menjawab, “Aku ingin mengagungkan hadits Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam.”
Begitu pula Imam Al-Bukhari radhiyallâhu ‘anhu, yang sangat mencintai dan
menghormatimu. Jika ingin menulis hadits, pertama ia memulainya dengan bersuci dan melakukan shalat dua rakaat. Lalu saat menulis
hadits, ia melakukannya dengan penuh penghargaan, penghormatan, dan
pengagungan kepadamu dan hadits-haditsnya.
Ya Nabi, beberapa nama di atas hanyalah sedikit dari ribuan orang yang begitu mencintai dan menghormatimu. Tidak cukup kiranya menuliskan kisah cinta dari orang-orang yang mencintaimu. Terlalu agung budimu, begitu luhur akhlakmu. Mereka yang tidak disebut di atas bukan berarti mereka lebih kecil cintanya kepadamu, semata-mata karena ruangan ini tidak cukup untuk mengungkap semuanya. Semua orang mencintaimu karena engkau mencintainya. Engkaulah pemimpin sejati, pemimpin agung dan terbaik sepanjang masa. Engkau mencintai umatmu, umatmu pun mencintaimu. Engkau mendoakan umatmu, umatmu pun mendoakanmu. Diriwayatkan dari Auf bin Malik, sahabatmu, ia menceritakan bahwa engkau pernah bersabda:
عن عوف بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَشُرُورُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تَبْغَضُونَهُمْ  وَيَبْغَضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ  (رواه  مسلم ).
Dari Auf bin Malik (semoga Allah meridhainya) berkata: Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: pemimpin yang paling baik di antara kamu adalah pemimpin engkau cintai dan mereka pun mencintaimu, engkau mendoakan mereka dan merekapun mendoakanmu. Pemimpin yang paling buruk adalah pemimpin yang engkau benci dan mereka pun membencimu, engkau melaknat (mengutuk) mereka dan mereka pun mengutukmu (HR. Muslim).
Ya rasul, bukan hanya umatmu yang kau cintai begitu tulus. Bahkan hewan-hewan pun merasakan rahmat dan kasih sayang akan kehadiranmu. Dikisahkan engkau memotong lengan jubahmu agar tidak membangunkan kucing yang tidur di atasnya. Engkau pun mengatakan seorang pelacur masuk surga dan diampuni dosanya karena menolong seekor anjing yang hampir mati kehausan. Engkaupun memberikan tuntunan bahwa dalam menyembelih hewan sembelihan dengan menggunakan pisau yang tajam agar tidak terlalu menyakitinya. Imam Nasa’i pun pernah meriwayatkan bahwa engkau pernah bersabda: “Barang siapa membunuh (bahkan) seekor burung pipit atau binatang-binatang yang lebih kecil lagi tanpa ada hak untuk melakukannya, maka Allah akan meminta pertanggungjawaban orang itu kelak.”
Ya Muhammad Nabiku, aku tidak mampu lagi menggambarkan betapa besar cintamu kepada sahabat-sahabatmu, pengikut-pengikutmu, bahkan makhluk Allah yang ada di alam semesta ini. Ijinkan aku mencintaimu sebagaimana sahabat-sahabatmu mencintaimu dengan tulus.
 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإْيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ (رواه البخارى)
Dari Anas bin Malik r.a. dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: tiga hal yang barang siapa berada dalam ketiganya ia akan memperoleh lezatnya iman: ia menjadikan Allah dan Rasulnya lebih ia cintai daripada selain keduanya, ia mencintai seseorang dan tidak mencitai kecuali karena Allah, ia tidak suka kembali kafir sebagaimana ia tidak suka ketika dilemparkan ke neraka (HR.Bukhari)
Ya Allah, jadikan kami orang-orang yang mencintai-Mu, mencintai Rasul-Mu, mencintai orang-orang yang Engkau dan Rasul-Mu cintai, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu dan Rasul-Mu.
Ya Nabi, jadikan kami bagian dari umatmu yang akan menemanimu di surga nanti. Berikan syafaat kepada kami, karena syafaatmu yang kami rindu. Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa’ala Âli Muhammad.
Shalatullâh wa salamuhu alaikum.
Yogyakarta,   Februari 2012
Dari Kami Yang selalu Mencintaimu
Marâji’
Idri, Studi Hadis, Jakarta: Kencana, 2010
M. M. Azami,  Dirasat fi al-Hadis al-Nabawi,al-Maktab al-Islami, tt
Munzir Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997
T. M. Hasbi Ash Shidiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001

* Penulis adalah orang yang berusaha mencintai Nabi, mengajar siswa MAN Yogyakarta I untuk mencintai Nabi, dan staf pengajar Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

Previous Post Next Post Back to Top